Friday, February 19, 2010

DIKSI DAN MAJAS SERTA FUNGSINYA DALAM NOVEL JANGAN BERI AKU NARKOBA KARYA ALBERTHIENE ENDAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia sastra kita telah diperkaya oleh karya-karya pengarang baru yang
makin jelas sosok kepribadiannya. Sosok kepribadian pengarang yang jelas sebaiknya
diimbangi dengan keahlian menggunakan bahasa dalam menciptakan karya sastra.
Menggunakan bahasa untuk menyampaikan gagasan dan imajinasi dalam proses
penciptaan karya sastra sangat diperlukan oleh setiap pengarang. Hal ini menyiratkan
bahwa karya sastra merupakan peristiwa bahasa (Sudjiman 1993:1). Dengan
demikian, unsur bahasa merupakan sarana yang penting dan diperhitungkan dalam
penyelidikan suatu karya sastra. Suatu karya sastra baru dapat dinikmati apabila telah
disampaikan atau dinyatakan melalui bahasa.

Karya sastra menggunakan bahasa sebagai media (Greene 1969:35),
sedangkan sastra merupakan pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan
orang dalam kehidupan, apa yang telah direnungkan dan dirasakan orang mengenai
segi-segi kehidupan yang paling menarik minat secara langsung lagi kuat dari seorang
pengarang atau penyair (Hudson dalam Tarigan 1961:10). Secara singkat dapat
dikatakan bahwa bahasa merupakan wahana ekspresi dalam karya sastra. Bahasa
memiliki pesan keindahan sekaligus membawa makna dalam karya sastra.
Novel merupakan salah satu jenis karya sastra. Oleh karena itu, novel juga
menggunakan bahasa sebagai medianya. Menarik tidaknya bahasa yang digunakan
dalam karya sastra tergantung pada kecakapan sastrawan dalam menggunakan katakata
yang ada. Kehalusan perasaan sastrawan dalam menggunakan kata-kata sangat
diperlukan. Di samping itu, perbedaan arti dan rasa sekecil-kecil pun harus dikuasai
pemakainya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang leksikografi seorang sastrawan
sangat mutlak diperlukan.

Wellek dan Warren (1995:14) mengungkapkan bahwa ada perbedaan utama
antara bahasa sastra, bahasa sehari-hari, dan bahasa ilmiah. Pemakaian bahasa
sehari- hari lebih beragam, sementara bahasa sastra adalah hasil dari penggalian dan
peresapan secara sistematis dari seluruh kemungkinan yang dikandung oleh bahasa
itu. Wellek dan Warren (1995:15) menyatakan bahwa, bahasa sastra lebih bersifat
khas. Bahasanya penuh ambiguitas, homonim, dan sangat konotatif, sedangkan
bahasa ilmiah cenderung menyerupai sistematika atau logika simbolis dan bersifat
denotatif. Maka tidak mengherankan jika bahasa sastra bersifat menyimpang dari
kaidah-kaidah ketatabahasaan.

Keistimewaan pemakaian bahasa dalam karya sastra sangat menonjol, karena
salah satu keindahan suatu karya sastra dapat dilihat dari bahasanya. Tanpa keindahan
bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keistimewaan bahasa dalam karya sastra terjadi
karena adanya konsep licential poetika (kebebasan penyair atau pengarang dalam
menggunakan bahasa), atau pengarang mempunyai maksud tertentu. Kebebasan
seorang sastrawan untuk menggunakan bahasa yang menyimpang dari bentuk aturan
konvensional guna menghasilkan efek yang dikehendaki sangat diperbolehkan.
Dalam memilih penggunaan bahasa, misalnya, Sujdiman (1993:19-20) mengatakan
bahwa sastrawan dapat memilih antara (1) mengikuti kaidah bahasa secara tradisional
konvensional, (2) memanfaatkan potensi dan kemampuan bahasa secara inovatif, atau
(3) menyimpang dari konvensi yang berlaku.

Adanya konsep licentia poetica dapat membuat bahasa sastra memiliki sosok
yang berbeda dengan bahasa nonsastra. Hal itu sejalan dengan pendapat Teeuw
(melalui Sudjiman 1993:16) yang mengatakan bahwa ada dua prinsip universal utama
yang berfungsi dalam kode bahasa sastra, yaitu prinsip ekuivalensi atau kesepadanan
dan prinsip deviasi atau penyimpangan.
Ungkapan kebahasaan seperti yang terlihat dalam sebuah novel merupakan
suatu bentuk kinerja kebahasaan seseorang. Ia merupakan pernyataan lahiriah dari
sesuatu yang bersifat batiniah. Hal itu sejalan dengan teori kebahasaan Chomsky
(melalui Flower 1997:6) yang membedakan adanya perbedaan struktur lahir dan
struktur batin. Struktur lahir adalah wujud bahasa yang kongret yang dapat
diobservasi. Ia merupakan suatu perwujudan bahasa. Struktur batin, dipihak lain,
merupakan makna abstrak kalimat (bahasa) yang bersangkutan, merupakan struktur
makna yang ingin diungkapan.
Penyimpangan penggunaan bahasa berupa penyimpangan terhadap kaidah
bahasa, seperti banyaknya pemakaian bahasa daerah, pemakaian unsur-unsur daerah,
dan pemakaian bahasa asing atau unsur-unsur asing. Penyimpangan terhadap kaidah
kebahasaan tersebut diduga dilakukan untuk tujuan tertentu sehingga perlu dikaji.
Penggunaan bahasa yang menyimpang seperti banyaknya penggunaan bahasa
daerah dalam khasanah novel Indonesia pada darsawarsa ini banyak ditemukan

Baca Selengkapnya

No comments: