Saturday, February 27, 2010

UJI DAYA BUNUH EKSTRAK CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Nyamuk merupakan spesies dari arthropoda yang berperan sebagai vektor
penyakit arthropod-born viral disease. Contoh spesies nyamuk yang berperan
sebagai vektor penyakit arthropod-born viral disease adalah Aedes aegypti (Ae.
aegypti). Nyamuk Ae. aegypti berperan sebagai vektor penyakit demam berdarah
dengue (Sumarmo, 1988:4).
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue.
Virus dengue ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk Ae. aegypti yang
terinfeksi virus tersebut. DBD merupakan penyakit yang paling penting dari
seluruh penyakit arthropod-born viral disease (WHO, 1997:6).
Gejala DBD adalah demam yang tinggi, terjadinya fenomena perdarahan,
perbesaran hati dan kegagalan peredaran darah. Dampak dari DBD adalah
meningginya permeabilitas pembuluh darah dan menurunnya volume plasma
(WHO, 1997:1).
Indonesia termasuk daerah endemik DBD. DBD mula-mula dikenal sebagai
penyakit daerah perkotaan, tetapi sejak tahun 1980 wabah DBD mulai menyebar
ke daerah perkotaan yang lebih kecil dan daerah-daerah pedesaan di seluruh
propinsi (Soedarto, dkk, 1989:35).
Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah penderita DBD
pada berbagai daerah di Indonesia mengalami fluktuasi yang tinggi.
Penderita DBD di Tangerang pada Januari 2005 tercatat sebanyak 48 pasien,
sedangkan pada awal Februari 2005 tercatat sebanyak 11 pasien.
Penderita DBD di Medan dalam minggu pertama Februari 2005 tercatat
dua meninggal dunia dan 29 lainnya dirawat di berbagai rumah sakit.
Penderita DBD di Sulawesi selatan tercatat mencapai 300 pasien.
Jumlah penderita DBD mengalami peningkatan di Surabaya, tercatat pada
bulan Januari 2005 sebanyak 11 pasien dan pada awal Febuari 2005 menjadi
59 pasien (Umar Fahmi, 2005).
Indonesia secara umum mempunyai resiko terjangkit penyakit DBD
karena vektor penyebabnya yaitu nyamuk Ae. aegypti tersebar luas
di kawasan pemukiman maupun di tempat-tempat umum,
kecuali wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari 1000 meter
di atas permukaan air laut (Ditjen PPM&PLP, 1996:6).
Nelson dkk (1974) yang dikutip oleh Aji Bau (1999:2) menjelaskan
bahwa nyamuk Ae. aegypti adalah spesies yang berkembangbiak
pada tempat-tempat penampungan air bersih di dalam maupun di luar rumah.
Hal tersebut merupakan ancaman bagi manusia, karena nyamuk Ae. aegypti
berperan sebagai vektor penyakit DBD seperti yang telah disebutkan.
Nyamuk Ae. aegypti dapat dikenali melalui ciri-ciri pada badan, kaki dan
sayapnya yang berwarna dasar hitam dengan bintik-bintik putih. Jenis kelamin
nyamuk Ae. aegypti dibedakan dengan memperhatikan jumlah probosis. Nyamuk
betina mempunyai probosis tunggal, sedangkan nyamuk jantan mempunyai
probosis ganda. Nyamuk Ae. aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan dengan
spesies nyamuk lain (Srisasi Gandahusada, dkk, 2000:218). Ukuran tubuh yang
kecil tersebut berpengaruh terhadap ketahanan fisiologis spesies nyamuk
Ae. Aegypti pada saat terpajan insektisida. Menurut Frank C. Lu (1995:51),
toksisitas insektisida pada suatu spesies dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar
senyawa kimia insektisida tersebut pada tubuh spesies sasaran. Semakin kecil
ukuran tubuh suatu spesies, maka kadar senyawa kimia insektisida pada tubuh
spesies tersebut akan semakin tinggi, yang akan menyebabkan semakin
meningkatnya toksisitas dari insektisida tersebut.
Upaya-upaya pengendalian nyamuk untuk mengurangi kejadian
penyakit arthropod-born viral disease telah banyak dilakukan.
Pengendalian tersebut meliputi pengendalian fisik, pengendalian hayati,
pengendalian kimiawi, pengendalian genetik maupun pengendalian terpadu.
Pengendalian fisik dilakukan dengan mengelola lingkungan sehingga
keadaan lingkungan tidak sesuai bagi perkembangbiakan nyamuk,
pengendalian hayati dilakukan dengan memanfaatkan organisme predator
dan patogen, pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan
insektisida sintetis untuk membunuh nyamuk, pengendalian genetik
dilakukan dengan menyebarkan pejantan mandul ke dalam ekosistem,
dan pengendalian terpadu dilakukan dengan menggabungkan berbagai teknik
pengendalian yang ada (Upik Kesumawati Hadi dan Susi Soviana, 2000:98-101).
Pengendalian nyamuk yang paling banyak dilakukan adalah pengendalian
kimiawi menggunakan insektisida sintetis. Alasan pemilihan pengendalian
tersebut adalah karena hasilnya dapat dilihat secara cepat dan langsung,
sementara pengendalian nyamuk lainnya memerlukan waktu yang lama dalam
melihat hasilnya. Tetapi pengendalian kimiawi menggunakan insektisida sintetis
ternyata menimbulkan efek samping yang merugikan, seperti nyamuk menjadi
resisten, terjadinya keracunan pada manusia dan hewan ternak, terjadinya
kontaminasi terhadap kebun sayuran dan buah, serta polusi lingkungan (North
Dakota State University, 1991).
Dampak merugikan yang terjadi akibat pengendalian kimiawi menggunakan
insektisida sintetis telah mendorong manusia untuk mencari pemecahannya.
Oleh karena itu dilakukan suatu usaha untuk mendapatkan insektisida nabati
yang dapat menggantikan pemakaian insektisida sintetis.
Insektisida nabati terdapat pada bahan-bahan nabati seperti buah,
daun, batang ataupun akar dari tanaman. Salah-satu tanaman yang mengandung
insektisida nabati adalah cabai rawit (German Commission E, 1990).
Cabai rawit mengandung senyawa capsaicin, ascorbic acid (German
Commission E, 1990), saponin, flavonoida dan tanin (Syamsuhidayat dan
Hutapea, 1991:115). Capsaicin merupakan senyawa golongan terpenoid yang
berfungsi sebagai sumber aromatik dan rasa pada cabai rawit.
Cabai rawit apabila dihaluskan akan mengeluarkan aroma yang khas.
Aroma ini disebabkan oleh fraksi minyak esensial. Minyak tersebut merupakan
metabolit sekunder yang kaya akan senyawa dengan struktur isopren. Mereka
disebut terpen dan terdapat dalam bentuk diterpen, triterpen, tetraterpen,
hemiterpen, dan sesquiterpen. Bila senyawa tersebut mengandung elemen
tambahan oksigen, maka disebut terpenoid. Terpenoid aktif terhadap bakteri,
fungi, virus, dan protozoa. Contoh terpenoid adalah artemisin, yang telah
digunakan oleh WHO sebagai antimalaria. Senyawa terpenoid pada cabai rawit,
capsaicin, bersifat bakterisida terhadap Helicobacter pylori. Cara kerja capsaicin
adalah ikut terlibat dalam perusakan membran sel oleh senyawa lipofilik (Rohman
Naim, 2004). Data hasil penelitian Tyas Ekowati Prasetyoningsih (1987) yang
dikutip oleh Setiawan Dalimartha (2004:56), menunjukkan bahwa ekstrak cabai
rawit dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Candida albicans
adalah spesies dari candida yang menyebabkan infeksi pada membran mukosa
mulut (thrush def 1), dan infeksi saluran pernapasan (bronkokandidiasis).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud melakukan penelitian
mengenai daya bunuh ekstrak cabai rawit terhadap nyamuk Ae. aegypti.


1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah daya bunuh dari ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L) terhadap nyamuk Ae. aegypti?


1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui daya bunuh dari ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L)  terhadap nyamuk Ae. aegypti.


1.4 Penegasan Istilah

  • Uji Daya Bunuh 
Uji daya bunuh adalah suatu eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui daya bunuh dari ekstrak cabai rawit terhadap nyamuk Ae. aegypti setelah 24 jam perlakuan. Uji daya bunuh dalam penelitian ini dilakukan pada konsentrasi ekstrak cabai rawit sebesar 10%, 50%, 90%, dan 100%.
  • Ekstrak Cabai Rawit
Ekstrak cabai rawit adalah sediaan berupa larutan cair pekat yang diperoleh dari ekstraksi cabai rawit menggunakan metode soxhlet. Ekstrak cabai rawit yang digunakan dalam penelitian tidak bisa dibedakan zat-zat kimia yang terkandung di dalamnya, karena ekstrak masih bersifat kasar.

  • Nyamuk Ae. aegypti
Nyamuk Ae. aegypti dalam penelitian adalah nyamuk Ae. aegypti dengan jenis kelamin betina, berumur antara 2-5 hari, dan dalam keadaan telah diberi makan dengan darah marmut. Pemberian makan berupa darah marmut dilakukan dengan cara memasukkan marmut ke dalam tempat penangkaran nyamuk Ae. aegypti.


1.5 Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:
  1. Peneliti, mendapatkan pengalaman menyusun karya ilmiah dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat.
  2. masyarakat, memperoleh tambahan ilmu di bidang kesehatan masyarakat khususnya dalam upaya pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
  3. ilmu kesehatan masyarakat, menambah laporan penelitian dalam lingkup ilmu kesehatan masyarakat
  4. BPVRP, menambah data tentang potensi tanaman sumber insektisida nabati.
  5. Peneliti lain, memberikan data dasar bagi penelitian yang sejenis.


1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada ekstrak cabai rawit dengan konsentrasi 10%, 50%, 90%, dan 100%. Parameter dalam penelitian adalah kematian nyamuk Ae. aegypti setelah 24 jam perlakuan. Penelitian inibersifat kasar karena tidak dibedakan senyawa-senyawa kimia yang terkandung
dalam ekstrak cabai rawit.


Baca Selengkapnya

2 comments:

Anonymous said...

I like use viagra, but this no good in my life, so viagra no good.

Anonymous said...

Is there anymore information you can give on this subject. It answers a lot of my questions but there is still more info I need. I will drop you an email if I can find it. Never mind I will just use the contact form. Hopefully you can help me further.

- Robson